Bolehkah Shalat Berjamaah Dilakukan Menggunakan Video Call?

Iklan Semua Halaman

Bolehkah Shalat Berjamaah Dilakukan Menggunakan Video Call?

Admin
Selasa, 24 Maret 2020

Asianmuslim.com - Ajaran islam sangat rasional. Alloh tidak menghendaki kesulitan atas hambanya, termasuk dalam beribadah. Saat ini adanya peneyebaran covid-19 menjadi udzur ditiadakannya shalat berjamaah di masjid. Tentu suasana ini sangat menyedihkan bagi kaum muslimin.

Begitulah jiwa yang beriman amat rindu ke masjid. Hati telah terpaut dengan masjid. Sangat mungkin terlintas di benak untuk kemudian mengadakan shalat berjamaah melalui “video call” atau sejenisnya. Apakah mungkin kita manfaatkan teknologi ini untuk salat berjamaah?

Perlu kita ketahui Terkait imam dan makmum, saat shalat berjamaah disyaratkan hal-hal berikut:

  1. Berada dalam satu kawasan/bangunan. Artinya sama-sama berada di satu masjid.
  2. Imam dapat didengar dan/atau dilihat gerak-geriknya oleh makmum, minimal oleh makmum di shaf pertama.
  3. Makmum shaf berikutnya harus dapat mendengar dan/atau melihat minimal gerak-gerik saf di depan/sebelahnya.
  4. Bersambungnya antara imam dan makmum. Maksudnya, jarak antara imam dan makmum tidak jauh (masih dalam satu kawasan), haiah atau keadaan imam dapat diketahui oleh makmum, imam dapat dilihat oleh makmum shaf pertama, suara imam dapat didengar oleh sekurang-kurangnya oleh makmum shaf pertama.

Pada asalnya, antara shaf satu dengan shaf di belekangnya harus berdekatan dan kebersambungan. Lebih tidak boleh lagi ada makmum yang langsung shalat di lantai dua sedangkan imam di lantai satu atau sebaliknya kecuali lantai tempat imam berada telah penuh.

Sementara dalam kondisi terhalang sesuatu tetapi tidak menghalangi pandangan, hal itu tidak menghalangi keabsahan shalat dan keabsahan shalat berjamaah.

Adalah sah bermakmum jika makmum dapat memperhatikan suara dan gerak-gerik imam secara langsung atau melalui makmum lainnya. Tembok yang tidak menghalangi pandangan tidaklah menjadi penghalang keabsahan bermakmum. 

Imam dan makmum boleh dihubungkan dengan televisi atau pengeras suara asalkan berada dalam satu majelis, atau satu bangunan, meskipun berjauhan. Contohnya jamaah lantai kedua atau jamaah wanita melihat gerak-gerik imam dari layar televisi melalui kamera.

Namun hal tersebut tidak sah jika keduanya berbeda bangunan, bahkan sekalipun bersebelahan. Contohnya rumah dan masjid adalah dua bangunan berbeda. Maka tidak sah shalat jamaah penghuni rumah tersebut kecuali kalau mereka shalat di masjid.

Namun jika masih sama-sama satu bangunan, yakni satu masjid, semisal jamaah yang ada di serambi masjid, maka sah, karena masih satu bangunan masjid.

Setiap makmum yang mengikuti shalat jamaah di masjid yang bertingkat baik yang terletak di tingkat atas maupun bawah, ataupun lumping masjid, disyaratkan dapat mengetahui gerak-gerik Imam, atau mengetahui gerak-gerik orang-orang yang mengetahui gerak-gerik Imam begitu terus-menerus sehingga gerak-gerik Imam dapat diikuti oleh setiap makmum, baik cara langsung maupun tidak langsung.

Selanjutnya shaf terdepan di tingkat atas, bawah dan samping, wajib mengetahui dan mengikuti gerak-gerik Imam untuk kemudian diikuti oleh shaf-shaf dibelakangnya. Baik mengetahui dan mengikuti gerak-gerik imam itu secara langsung melihat dan mendengar, menjenguk lewat kaca ataupun pintu terbuka, dengan cermin besar, televisi dan pengeras suara dan sebangsanya. Khusus melalui posisi dan suara di sini hanya terbatas antara Imam dan makmum berada dalam satu majlis sekalipun jaraknya jauh.

Pensyaratan keharusan satu area atau satu majelis, yang dengan kata lain satu bangunan antara imam dan para makmum ini melihat kepada fakta bahwa kamar ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha benar-benar berdempetan dengan Masjid Nabawi.

Jika seandainya sekadar mendengar atau melihat tanpa berada dalam satu bangunan sudah cukup, maka tentulah Rasulullah Saw saat sakit bisa mengimami para Shahabat dari rumah beliau dengan misalnya mengeraskan suara atau membuka tirai jendela.

Begitu pula belum pernah ada riwayat bahwa ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha misalnya shalat bermakmum dengan para jamaah di Masjid Nabawi dari dalam kamar beliau yang persis berdempetan.

Apalagi dipandang dari hikmah salat berjamaah, yaitu silaturahmi dan kebersatuan kaum muslimin, maka semakin yakinlah kita bahwa ia memang mengharuskan keberadaan seluruh jamaah bersama imam dalam satu bangunan.

Bahkan Rasulullah harus dipapah ke Masjid Nabawi untuk mengerjakan shalat. Beliau tidak mengimami dan tidak pula bermakmum dari kamar Aisyah. Hal ini bisa kita temukan dalam penuturan Aisyah Ra.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: … فَوَجَدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ نَفْسِهِ خِفَّةً، فَخَرَجَ يُهَادَى بَيْنَ رَجُلَيْنِ، كَأَنِّي أَنْظُرُ رِجْلَيْهِ تَخُطَّانِ مِنَ الوَجَعِ

Dari Aisyah Ra … lantas Nabi Saw merasa sedikit lebih kuat untuk shalat berjamaah di masjid, maka beliau keluar menuju masjid dipapah oleh dua orang. Seakan-akan aku melihat kedua kaki beliau tertatih-tatih karena sakit (HR. Al-Bukhari no. 664)

Hukum Shalat Berjamaah Via Video Call

Melihat kenyataan dan dalil-dalil di atas, tepatlah fatwa Majlis Tarjih Muhammadiyah yang menyatakan bahwa tidak sah shalat berjamaah dengan imam dan makmum yang terpisah bangunan, beda kawasan, apalagi beda kota meskipun dengan video call. 

Oleh karena itu, berdasarkan syarat tersebut maka tidak sah shalat jamaah yang dilakukan oleh seorang makmum di Yogya umpamanya dengan mengikuti imam di Jakarta dengan mengikutinya melalui radio atau televisi. Hal ini karena meskipun makmum dapat mengetahui haiah atau perbuatan imam, namun keduanya terpisah oleh jarak yang jauh.

Tentu ini sama sekali tidak boleh dipahami sebagai langkah mempersulit manusia di tengah kemudahan teknologi komunikasi. Semua kemajuan ilmu pengetahuan, apalagi menyangkut ibadah mahdhah, haruslah digunakan sesuai dengan ajaran Islam, bukan sebaliknya hal-hal baku dan ibadah mahdhah dalam Islam yang dimodifikasi.

Kemudahan yang Allah berikan melalui teknologi komunikasi semisal video call, dapat dimanfaatkan untuk silaturahmi, sehingga meski jauh dari kata cukup barangkali tidak mengharuskan pergi jauh berkunjung.

Dapat dimanfaatkan untuk ceramah, sehingga tidak harus berkumpul dengan orang banyak di satu ruangan atu pergi jauh ke masjid misalnya.

Adapun kemudahan yang diberikan Islam terkait kondisi “social distancing” seperti hari-hari ini bukan dengan membolehkan shalat berjamaah melalui video call, tetapi dengan menganjurkan salat berjamaah di rumah bersama keluarga, atau bahkan salat sendiri masing-masing di rumah. Wallohu a'lam

Penulis: Nur Fajri Ramadhan
Editor: Admin
Sumber : Santri Cendekia
Baca Juga