Asianmuslim.com - Saat ini berkembang sebuah metode memahami al-Qur'an lebih mudah dan cepat. Metode ini dinamai Tarjamah Tafsiriyah. Sebuah metode yang berhasil ditemukan oleh seorang ulama Indonesia Ustadz Muhammad Thalib. Sebuah karya yang sangat bermanfaat bagi umat islam khususnya dalam memahami alquran sesuai dengan maksud yang terkandung di dalamnya.
Apa itu Terjemah Tafsiriyah? Secara etimologi, terjamah tafsiriyah maksudnya mengalih bahasakan makna ayat-ayat Al-Qur'an dalam bahasa lain dengan menggunakan pola-pola bahasa terjemahan, tanpa terikat dengan dan urutan teks aslinya, dan juga tidak mengikuti pengertian literal yang terkandung dalam kalimat asli yang diterjemahkan.
Sejak awal Islam, metode tafsiriyah dalam memaknai ayat-ayat Al-Qur'an, sudah digunakan oleh para shahabat Nabi Saw. Dalam suatu peristiwa, sekelompok shahabat menemui Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. Kepada para shahabat ini Khalifah Abu Bakar bertanya tentang makna istaqaamuu yang terdapat pada ayat 30 surat Fushshilat. Para shahabat itu menjawabnya secara harfiyah, artinya berteguh hati. Akan tetapi jawaban mereka disalahkan oleh Khalifah Abu Bakar ra.
Begitupun ketika beberapa shahabat ditanya oleh Khalifah Umar bin Khaththab, tentang makna beberapa ayat dari Al-Qur'an, yang dijawab secara harfiyah, tetapi disalahkan oleh Khalifah Umar bin Khaththab. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa shahabat banyak di antara mereka yang memahami makna ayat Al-Qur'an secara harfiyah. Kemudian diluruskan pemahaman mereka itu oleh Khalifah Abu Bakar maupun Umar bin Khaththab, dengan menjelaskan maknanya secara tafsiriyah. Sehingga memaknai ayat-ayat Al-Qur'an secara tafsiriyah, merupakan satu-satunya metode pemaknaan ayat-ayat Al-Qur'an yang benar.
Berikut ini beberapa contoh yang kita nukil dari perkataan Khalifah Abu Bakar dan Khalifah 'Umar bin Khaththab dalam memaknai beberapa ayat Al-Qur'an:
Pemaknaan Khalifah Abu Bakar Ash shiddiq
1. Surat Fushilat (41) ayat :30
Sejak awal Islam, metode tafsiriyah dalam memaknai ayat-ayat Al-Qur'an, sudah digunakan oleh para shahabat Nabi Saw. Dalam suatu peristiwa, sekelompok shahabat menemui Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. Kepada para shahabat ini Khalifah Abu Bakar bertanya tentang makna istaqaamuu yang terdapat pada ayat 30 surat Fushshilat. Para shahabat itu menjawabnya secara harfiyah, artinya berteguh hati. Akan tetapi jawaban mereka disalahkan oleh Khalifah Abu Bakar ra.
Begitupun ketika beberapa shahabat ditanya oleh Khalifah Umar bin Khaththab, tentang makna beberapa ayat dari Al-Qur'an, yang dijawab secara harfiyah, tetapi disalahkan oleh Khalifah Umar bin Khaththab. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa shahabat banyak di antara mereka yang memahami makna ayat Al-Qur'an secara harfiyah. Kemudian diluruskan pemahaman mereka itu oleh Khalifah Abu Bakar maupun Umar bin Khaththab, dengan menjelaskan maknanya secara tafsiriyah. Sehingga memaknai ayat-ayat Al-Qur'an secara tafsiriyah, merupakan satu-satunya metode pemaknaan ayat-ayat Al-Qur'an yang benar.
Berikut ini beberapa contoh yang kita nukil dari perkataan Khalifah Abu Bakar dan Khalifah 'Umar bin Khaththab dalam memaknai beberapa ayat Al-Qur'an:
Pemaknaan Khalifah Abu Bakar Ash shiddiq
1. Surat Fushilat (41) ayat :30
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا
Makna harfiyah: ”Sesungguhnya orang-orang yang berkata: "Tuhan kami adalah Allah: kemudian mereka berteguh hati,"
Kata ”istaqaamuu” pada ayat di atas, oleh Abu Bakar dimaknai dengan “mereka tidak menyekutukan Allah sedikitpun", sesuai dengan Atsar yang diriwayatkan oleh 'Abdullah bin Mubarrak, 'Abdur Razaq dan Ibnu Abi Hatim.
Dengan demikian makna yang benar dari ayat di atas adalah:
”Sesungguhnya orang-orang yang berkata: "Tuhan kami adalah Allah”, kemudian mereka tidak menyekutukan Allah sedikitpun..."
2. Surah Al An'ām (6) ayat 82
Kata ”istaqaamuu” pada ayat di atas, oleh Abu Bakar dimaknai dengan “mereka tidak menyekutukan Allah sedikitpun", sesuai dengan Atsar yang diriwayatkan oleh 'Abdullah bin Mubarrak, 'Abdur Razaq dan Ibnu Abi Hatim.
Dengan demikian makna yang benar dari ayat di atas adalah:
”Sesungguhnya orang-orang yang berkata: "Tuhan kami adalah Allah”, kemudian mereka tidak menyekutukan Allah sedikitpun..."
2. Surah Al An'ām (6) ayat 82
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ
Makna harfiyah: ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan tidak mencampur iman mereka dengan kezhaliman,"
Kata ”bizhulmin” pada ayat di atas, oleh Abu Bakar dimaknai dengan "syirik". sesuai Atsar yang diriwayatkan oleh Al-Hakim, Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir.
Sehingga makna yang benar dari ayat di atas adalah: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan tidak mencampur keimanan mereka dengan kesyirikan,"
Pemaknaan Khalifah Umar bin Khattab
1. Surat Al-hujarāt ayat; 3
Kata ”bizhulmin” pada ayat di atas, oleh Abu Bakar dimaknai dengan "syirik". sesuai Atsar yang diriwayatkan oleh Al-Hakim, Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir.
Sehingga makna yang benar dari ayat di atas adalah: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan tidak mencampur keimanan mereka dengan kesyirikan,"
Pemaknaan Khalifah Umar bin Khattab
1. Surat Al-hujarāt ayat; 3
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ امْتَحَنَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَىٰ
Makna harfiyah: "Mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa."
Kalimat "imtahanallaahu quluubahum lit taqwaa” pada ayat di atas, oleh Khalifah 'Umar dimaknai dengan "Allah bersihkan hati mereka karena mereka punya keinginan berbuat dosa, lalu mereka batalkan", sesuai Atsar yang diriwayatkan oleh Ahmad.
Jadi kata "at taqwaa" pada ayat di atas bermakna "membatalkan keinginan untuk berbuat dosa", atau “punya keinginan berbuat dosa, tetapi tidak dilakukan karena ketaatannya kepada Allah".
2. Surah Al-Hujurāt (49) ayat: 13
Makna harfiyah: ”Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu.”
Kata "atqaakum” pada ayat di atas, oleh Khalifah 'Umar dimaknai dengan ”orang yang paling bersih dari kesyirikan di antara kalian" sesuai riwayat Ibnu Mardawaih.
Jadi makna yang benar dari ayat di atas adalah: ”Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bersih dari kesyirikan."
Pemaknaan ayat-ayat Al-Qur'an oleh Khalifah Abu Bakar dan Khalifah 'Umar ini disebut pemaknaan secara tafsiriyah. Contoh-contoh di atas membuktikan bahwa pemaknaan ayat-ayat Al-Qur'an secara harfiyah tidak benar. Dengan demikian, penerjemahan ayat-ayat Al-Qur'an secara harfiyah juga tidak benar. Sehingga pemaknaan maupun penerjemahan ayat-ayat Al-Qur‘an yang benar haruslah secara tafsiriyah. Wallahu a'lam bish shawab.