Benarkah Syeikh Abdul Qadir Jailani Sesat?

Iklan Semua Halaman

Benarkah Syeikh Abdul Qadir Jailani Sesat?

Admin
Selasa, 19 Mei 2020

Asianmuslim.com - Banyak diantara kita yang belum tahu siapa syaikh Abdul Qadir Jailani. Sebagian dari kita ada yang berlebihan dalam memujinya. Namun tidak sedikit yang terlalu apriori, bahkan menganggap beliau sebagai orang yang menyimpang dari ahlussunnah wal jama'ah.

Berangkat dari sini, melalui tulisan ini penulis berusaha memaparkan secara obyektif sekilas biografi beliau yang diambil dari beberapa sumber.

Dalam kehidupannya, Syaikh Abdul Qadir Zailani adalah seorang  yang shalih. Beliau masih teguh memegang sunnah serta terjauh dari segala bid’ah dan khurafat. Ajaran dan nasihat-nasihat beliau dapat menghidupkan hati, menyingkapkan hati dari selaput tipu daya dunia. Banyak orang-orang jahat yang bertaubat, lantaran mereka mendengar riasihat dan wejangan beliau. Mengenai pribadi Abdul Qadir Zailani, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan, “Akan tetapi dari arah kekeramatan, Syeikh Abdul Qadir Zailani itu lebih menekankan pada masalah pembangunan kembali jiwa-jiwa dan hati manusia yang sudah mati melibatkan juga pada bentuk penanaman keimanan, takut kepada Allah dengan segala konsekuensinya, serta mencintai-Nya. Juga termasuk ke dalam sub (ajaran) itu adalah seperti menyalakan perasaan hati yang telah padam dan melalui semua itu maka Allah mengemblikannya dalam hati, berupa kehidupan dan keimanan.“

NAMA lengkap beliau adalah Sayyid Abu Muhammad Abdul Qadr. Lahir di Naif, di kawasan daerah Jailan, Persia, pada bulan Ramadhan 470 H. Kurang lebih bertepatan dengan tahun 1077 M. Ayahnya bernama Abu Shalih, seorang yang taat kepada Allah, yang mempunyai garis keturunan dengan Imam Hasan, anak sulung dari Sayyidina Ali dan Fathimah.

Sejak kecil, beliau dikenal sebagai anak yang pendiam dan mempunyai sopan santun. Beliau suka merenung dan cenderung pada pengalaman kerohanian. Setelah berusia 18 tahun, beliau menjadi seorang yang sangat tamak kepada ilmu pengetahuan dan selalu ingin bersama-sama dengan orang-orang yang shalih.

Syaikh Abdul Qadir Zailani biasa memberikan pengajarannya kepada khalayak, tiga kali dalam sepekan. Di samping itu, tiap pagi dan petang, beliau mengajarkan tafsir, hadist, hukum-hukum agama, dan perkaraperkara yang berkitan dengannya. Selepas dzuhur, beliau menyampaikan fatwanya mengenai masalah-masalah hukum. Setiap petang sebelum maghrib, beliau membagibagikan roti kepada fakir miskin. Beliau pergi menuju kamarnya untuk bermunajat dan beribadah kepada Allah. selepas isya Beliau meninggal dunia pada tanggal 11 Rabbi'ul Awwal 561 H atau 66 M

BAGHDAD merupakan ibukota Ampera, Daulat Abbasiah. Hampir seluruh penduduk negeri dan orang-orang dari manca negara, menggantungkan nasib di ibuketa itu. Mereka menetap di setiap penjuru ibukota kerajaan terbesar itu. Mereka menjadikan khalifah dan para pejabatnya sebagai pusat tumpuan harapan dan sebagai stasiun pusat ketergantungan jiwa.

Pada saat yang sama, orang-orang di sana masih percaya pada khurafat. Setiap kejadian selalu dikaitkan dengan sebab-sebab tertentu bukan karena Allah, Mereka pun berkeyakinan bahwa khalifah dan para pembesarnya-lah yang bisa memberi kemanfaatan untuk kehidupan dan masa depan mereka.

Selain itu, umumnya penduduk di sana mempunyai keyakinan bahwa perbuatan para penguasa bisa mendatangkan rizki dan membawa kuntungan. Qadha dan qadar dianggap berada di tangan mereka. Akibatnya, banyak orang dengan kepentingan yang beragam, menemui para penguasa untuk meminta “berkah”. Manusia saling berlomba untuk memperoleh perhatian dengan jalan mengkultuskan mereka

Di dalam kondisi masyarakat seperti ini Syaikh Abdul Qadir Zailani melontarkan pidatonya. Beliau menyeru orang-orang untuk kembali kepada Allah, Tuhan Yang Satu. Dalam pidatonya, dengan penuh kharismatik, beliau menjelaskan, “Lihatlah kepada orang yang melihatmu, cintailah orang yang mencintaimu, ikutilah orang yang mengajak kembali kepada-Nya. Sampai kapankah tradisi ini akan berlangsung, sampai kapankah engkau biarkan nafsu angkaramu? Sampai kapankah ketololan ini engkau biarkan, sampai dimanakah engkau akan lari kepada dunia? Sampai kapankah engkau biarkan tradisi ini, sampai batas apakah engkau biarkan dirimu kau perhambakan kepada selain Allah?”

Dalam pidatonya yang lain, beliau menyatakan, “Sesungguhnya makhluk itu lemah, tidak bisa mendatangkan sengsara pada dirimu dan tidak bisa pula membawa manfaat bagimu. Tetapi sesungguhnya Tuhan-lah yang mempunyai kekuasaan Haq. Kuasa-Nya pasti berlaku atas mereka, perbuatan-Nya berlaku atas dirimu dan diri mereka, terlukisnya qalam (tinta taqdir) dari ilmu Allah meliputi dirimu dan diri mereka. Mereka yang meyakini akan keesaan Allah dan orang-orang yang shalih menjadi pertanda kekuasaan-Nya atau jiwa setiap makhluk,”

Beliau pun pernah mengungkapkan dalam pidatonya :

“Hai orang yang mati hati, orang yang menyekutukan Tuhan dengan korelasi dan asosiasi, hai orang yang menyembah patung dengan daya dan kekuatan jiwanya, yang hidup dengan kehidupan dan ketinggian kaya mereka, kepada sulthan mereka, dan kiblat mereka di palingkan kepadanya! Sungguh mereka telah tertutup dari Allah Tuhan Yang Maha Mulia dan Maha Luhur. Setiap orang yang berpandangan bahwa sengsara dan bahagia, datang dari selain Allah, maka tiada penghambaan baginya, sebaliknya ia menjadi hamba seseorang yang melihat segala urusan itu bersumber dari padanya."

"Hai orang yang berpaling dari Allah, yang justru merunduk di bawah sesama makhluk; sampai kapankah engkau tunduk kepada mereka? Adakah mereka membawa manfaat bagimu, sedang di tangan mereka tak mengandung sengsara dan bahagia sedikitpun. Sesungguhnya hanya satu pemberi sengsara dan pemberi manfaat, sebagai penggerak dan penenang semua itu hanyalah satu dari Dzat Yang Satu Yang Maha Kuasa. Dialah Allah sebagai Dzat Pencipta segala makhluk dan pemberi rizki kepadanya?”

Abdulah Nasih Ulwan, dalam Tarbiyah Ruhiyah, mengungkapkan tentang majlis Syaikh Abdul Qadir Zailani: “Majelis beliau dihadiri oleh tujuh puluh ribu orang. Melalui tangannya-lah lima ribu orang Yahudi dan Nasrani masuk Islam, dan lebih dari seratus orang yang sesat, bertaubat kepada selain Allah.


Sumber: Majalah Ishlah, edisi th 1995
Baca Juga