“Laporan BNPB menyebutkan bahwa pandemi COVID-19 masih belum dapat diatasi, tetapi pemerintah justru melonggarkan aturan dan mulai mewacanakan new normal. Apakah semuanya sudah dikaji secara valid dari para ahli epidemiologi?,” ucap Ketum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, dalam rilisnya, Kamis (28/5).
Menurutnya, wacana new normal menimbulkan kebingungan di masyarakat. Satu sisi pemerintah masih memberlakukan PSBB, tapi juga menyampaikan akan ada relaksasi atau pelonggaran. Bahkan, kata Haedar, sebagian oknum aparat menggunakan cara kekerasan.
“Wajar jika kemudian tumbuh persepsi publik yang menilai kehidupan masyarakat dikalahkan untuk kepentingan ekonomi. Penyelamatan ekonomi memang penting, tapi yang tidak kalah pentingnya adalah keselamatan jiwa masyarakat ketika wabah COVID-19 belum dapat dipastikan turunnya,” ucapnya.
Haedar mengatakan pemerintah perlu menjelaskan secara transparan dan objektif sebelum menerapkan new normal, yang rencananya akan dimulai di 7 provinsi dan 25 kabupaten kota di Indonesia.
“Pertama, (penjelasan) dasar kebijakan new normal dari aspek utama yakni kondisi penularan COVID-19 di Indonesia saat ini. Kedua maksud dan tujuan new normal. Ketiga, konsekuensi terhadap peraturan yang sudah berlaku khususnya PSBB dan berbagai layanan publik,” terang Haedar.